Rabu, 07 Mei 2014

Sungai Mahakam

Sungai Mahakam

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Mahakam
ﻤﺎﻫﻜﺎﻡ
Peta DAS Mahakam
Peta DAS Mahakam
Mata air ...
Mulut sungai Selat Makassar
Negara DAS Indonesia
Panjang 920 km
Ketinggian mata air ...
Luahan rata-rata ...
Wilayah DAS ...
Mahakam merupakan nama sebuah sungai terbesar di provinsi Kalimantan Timur yang bermuara di Selat Makassar. Sungai dengan panjang sekitar 920 km ini melintasi wilayah Kabupaten Kutai Barat di bagian hulu, hingga Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Samarinda di bagian hilir. Di sungai hidup spesies mamalia ikan air tawar yang terancam punah, yakni Pesut Mahakam.
Sungai Mahakam sejak dulu hingga saat ini memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat di sekitarnya sebagai sumber air, potensi perikanan maupun sebagai prasarana transportasi.

Anak sungai

Aktivitas di sungai Mahakam yang masih menjadi prasarana transportasi utama di Kalimantan Timur
Sungai Mahakam memiliki beberapa anak sungai, di antaranya:

Geologi

Kalimantan merupakan bagian dari Paparan Sunda (Sunda Plate). Pulau ini memiliki rangkaian pegunungan di daerah perbatasan antara Indonesia dan Malaysia tetapi di pulau ini hampir tidak ada aktivitas vulkanik. Sungai Mahakam berawal dari Gunung Cemaru (1,681 m) di bagian tengah Pulau Kalimantan, kemudian memotong satuan pra-tersier di sebelah timur Gunung Batuayan (1,652 m) dan kemudian berakhir di lembah tesier Kutai (Kutai basin)[1]. Bagian tengah daerah pengalirannya melewati dataran rendah dengan danau-danau berhutan rawa. Di bagian tengah ini daerah aliran Sungai Mahakam dipisahkan dengan daerah aliran sungai Barito di sebelahnya oleh perbukitan yang tingginya kurang dari 500m. Setelah daerah tersebut Sungai Mahakam memotong antiklin Samarinda dan mengalir ke Delta Mahakam yang menyerupai kipas yang membentang pada landas laut dengan basis sekitar 65 km dan radius sekitar 30 km[2].

Pada Atlas Kalimantan Timur (Voss, 1983)[3] digambarkan bahwa di sebelah hulu dari Long Iram (daerah aliran dungai Mahakam bagian hulu) sungai ini mengalir pada batuan tersier (tertiary rocks). Antara Long Iram dan Muara Kaman (daerah aliran sungai bagian tengah) sungai ini mengalir pada batuan alluvium kuarter (quaternary alluvium), sementara di antara Muara Kaman hingga ke hilir termasuk di Delta Mahakam, kembali ditemukan batuan tersier.

Iklim

Daerah aliran Sungai Mahakam terletak di sekitar garis katulistiwa. Menurut klasifikasi iklim Koppen (Köppen climate classification), daerah ini memiliki tipe Af (hutan hujan tropis) dengan suhu terendah ≥18oC dan curah hujan pada bulan terkering pada tahun normal ≥60 mm[4] Transfer massa dan energi di daerah tropis terjadi melalui sirkulasi udara umum (general air circulation) yang dikenal sebagai sel Hadley (Hadley cell). Pola hujan pada daerah tropis ini ditentukan oleh pola angin atmosferik skala besar yang dapat diamati dengan beberapa cara di atmosfer. Sirkulasi ini membawa kelembaban ke udara, menyebabkan hujan di daerah sekitar katulistiwa, sementara pada tepi sabuk tropis lebih kering [5]. Dalam sirkulasi ini, evaporasi berlangsung secara intensif di sekitar katulistiwa pada pusat tekanan rendah yang disebut zona konvergensi antar tropic (Intertropical Convergence Zone|ITCZ), ditandai dengan akumulasi awan di daerah ini. ITCZ bergerak/berpindah seiring dengan gerak semu matahari di antara zona garis lintang 23.5oUtara dan 23.5oSelatan, sehingga posisinya selalu berubah sesuai gerak semu ini.

ITCZ menyebabkan adanya fenomena muson (monsoon) Indo-Australia yang memengaruhi iklim regional climate termasuk di daerah aliran sungai Mahakam. Pada bulan-bulan Desember, Januari, Februari (musim dingin di belahan bumi utara) konsentrasi tekanan tinggi di Asia dan tekanan rendah di Australia menyebabkan angina berhembusnya angin Barat (angina muson Barat). Pada bulan-bulan Juni, Juli, Agustus konsentrasi tekanan rendah di Asia (musim panas di belahan bumi utara) dan konsentrasi tekanan tinggi di Australia menyebabkan angin Timur bertiup di Indonesia (angin muson Timur). Sirkulasi udara global dan iklim regional diatas menyebabkan daerah aliran sungai Mahakam yang terletak di sekita garis katulistiwa memiliki pola hujan dengan dua puncak curah hujan (bimodal) yang umumnya terjadi pada bulan Desember dan Mei. Hal ini karena ITCZ melewati katulistiwa dua kali dalam setahun, dari belahan bumi utara pada bulan September dan dari belahan bumi selatan pada bulan Maret.

Ekologi

Nepenthes, ataukantong semar, jenis tumbuhan pemakan serangga yang ditemukan di daerah gambut Mahakam
Nipah di delta Mahakam
Mahakam dan sepanjang daerah aliran sungainya memiliki nilai ekologis penting. Sebanyak 147 spesies ikan asli Mahakam telah teridentifikasi.[6] Mahakam juga merupakan habitat lumba-lumba air tawar (Orcaella brevirostris; atau Pesut) yang merupakan spesies yang terancam punah yang dimasukkan pada Appendix I CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora).[2] Daerah aliran Sungai Mahakam juga merupakan habitat dan tempat berkembang biak sekitar 298 spesies burung, 70 di antaranya dilindungi dan lima spesies endemik yaitu: Borneo Dusky Mannikin (Lonchura fuscans), Borneo Whistler (Pachycephala hypoxantha), Bornean Peacock-pheasant (Polyplectron schleiermacheri), Bornean Blue-flycatcher (Cyornis superbus) dan Bornean Bristlehead (Pityriasis gymnocephala).[3]

Sebuah kelompok penelitian ([4]): "Upsetting the balance in the Mahakam Delta: past, present and future impacts of sea-level rise, climate change, upstream controls and human intervention on sediment and mangrove dynamics" melakukan penelitian secara luas di Mahakam. Kelompok penelitian ini betujuan untuk mempelajari factor-faktor eksternal seperti kenaikan muka air laut, perubahan iklim, sedimen dari hulu dan pengaruh manusia terhadap pekembangan delta Mahakam pada masa lalu, saat ini, dan pada masa yang akan datang dalam berbagai skala waktu.

Danau-danau Mahakam

Danau Melintang di Teluk Tuk
Terdapat sekitar 76 danau tersebar di daerah aliran Sungai Mahakam dan sekitar 30 danau terletak di daerah Mahakam bagian tengah termasung tiga danu utamanya (danau Jempang 15,000 Ha; Danau Semayang 13,000 Ha; Danau Melintang 11,000 Ha)[7]. Tinggi muka air danau danau ini berfluktuasi sesuai musim dari 0.5m – 1m selama musim kering hingga tujuh meter pada musim hujan. Danau-danau di Mahakam dan sekitarnya berperan sebagai perangkap sedimen yang terkandung dalam air yang mengalir ke danau-danau tersebut yang diketahui semakin dangkal pada saat ini, kemungkinan disebabkan oleh ketidakseimbangan masukan sedimen yang berasal dari daerah tangkapannya.[5]

Aspek Sosial

Ponton pengangkut batu bara di Sungai Mahakam
Sungai Mahakam merupakan sumber penghidupan bagi penduduk, terutama nelayan dan petani, sebagai sumber air, dan prasarana transportasi sejak dulu hingga sekarang. Di lembah sungai inilah tempat berkembangnya kerajaan Kutai. Sejarah Kutai terbagi dalam dua periode yaitu Kutai Martadipura (sekitar tahun 350-400) dan Kutai Kartanegara (sekitar tahun 1300). Kutai Martadipura merupakan kerajaan Hindu yang didirikan oleh Mulawarman sebagai raja pertamanya di Muara Kaman, yang tercatat sebagai kerajaan tertua di Indonesia.[8] Kutai Kartanegara didirikan oleh pemukim dari Jawa di Kutai Lama di dekat muara Sungai Mahakam. Pada sekitar tahun 1565, Islam menyebar secara luas di Kutai Kartanegara terutama atas usaha ulama yang berasal dari Jawa, Tunggang Parangan dan Ri Bandang.[9]

Suku Dayak merupakan suku asli Kalimantan disamping suku Kutai dan Banjar. Sejak sekitar tahun 1970-an program transmigrasi dimulai di Kalimantan Timur terutama berlokasi dekat Sungai Mahakam. Transmigrasi bertujuan untuk memindahkan penduduk dari pulau-pulau berpeduduk padat, Java, Bali, dan Madura, untuk miningkatkan produksi pertanian di luar pulau tersebut. Hingga tahun 1973, sekitar 26% daerah pertanian di Kalimantan Timur digarap oleh transmigran.[10]
Sebagai tambahan, sungai Mahakam juga memiliki karakter unik. Kebanyakan permukiman berada di muara sungai. Ada tiga pembagian nama untuk muara ini.
Mulai Samarinda sampai Kukar, disebut dengan istilah "Loa". Sebut saja, Loa Janan, Loa Bakung, Loa Kulu, dan Loa Buah. Berikutnya, giliran "muara" dari pertengahan Kukar hingga Kubar. Seperti Muara Kaman, Muara Muntai, Muara Wis, dan Muara Pahu. Di bagian hulu Kubar, namanya menjadi "Long", seperti Long Bagun, Long Pahangai dan Long Apari. Baik Loa, Muara, dan Long, semuanya berarti muara[11].

Jembatan

Sungai terpanjang di Kalimantan Timur ini memiliki beberapa jembatan penghubung di antaranya:
  1. Jembatan Mahakam terletak di kota Samarinda selesai dibangun pada 1987
  2. Jembatan Kutai Kartanegara yang sebelumnya juga disebut Jembatan Mahakam 2, mulai dibangun pada 1997 dan selesai dibangun pada tahun 2001 menghubungkan kecamatan Tenggarong dengan kecamatan Tenggarong Seberang di kabupaten Kutai Kartanegara
  3. Jembatan Martadipura di desa Liang, kecamatan Kota Bangun, kabupaten Kutai Kartanegara yang dibangun mulai tahun 2001 dan selesai pada tahun 2004
  4. Jembatan Mahakam Ulu yang selesai dibangun pada tahun 2008 menghubungkan kota Samarinda di bagian hulu, merupakan jembatan kedua di kota Samarinda
Selain itu juga sedang dibangun Jembatan Mahkota II yang menghubungkan kota Samarinda di bagian hilir dan jembatan kedua di kecamatan Kota Bangun.

Sungai Barito

Sungai Barito

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Barito
Gelondongan kayu yang dibawa melintasi Sungai Barito pada tahun 1970
Gelondongan kayu yang dibawa melintasi Sungai Barito pada tahun 1970
Mata air Pegunungan Muller
Mulut sungai Laut Jawa
Negara DAS Indonesia
Panjang 909 km
Ketinggian mata air ...
Luahan rata-rata ... m³/s
Wilayah DAS ... km²
Rumah terapung di sungai Barito pada tahun 1880-an (litografi berdasarkan aquarel (cat air) oleh Josias Cornelis Rappard)
Bus air di sungai Barito Kalimantan Selatan
Sungai Barito atau sungai Dusun (atau disebut juga sungai Banjar Besar (groote rivier Bandjer)[1][2][3] atau Sungai Banjarmasin pada bagian hilirnya)[4] adalah wilayah di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Barito. Nama Barito diambil berdasarkan nama Tanah Barito (dahulu Onder Afdeeling Barito) yang berada di hulu termasuk wilayah provinsi Kalimantan Tengah, tetapi sering dipakai untuk menamakan seluruh daerah aliran sungai ini hingga ke muaranya pada Laut Jawa di Kalimantan Selatan yang dinamakan Muara Banjar/Kuala Banjar.
Dalam Hikayat Banjar, sungai Barito disebut juga Sungai Banjar (Banjar river)[5] dan ada juga yang menyebutnya Sungai Cina (China river) karena banyaknya aktivitas pedagang Tionghoa di sungai ini pada zaman dahulu.[6][7]
Sendimentasi atau pendangkalan di sungai Barito semakin parah akibat semakin meluasnya alih fungsi lahan dari hutan tropis/hutan bambu menjadi lahan kelapa sawit/karet serta berkurangnya tutupan lahan di Kalimatan Selatan dan Kalimantan Tengah. [8]
Sungai yang terbesar dan terpanjang di Kalimantan Selatan adalah Sungai Barito. Hulu sungai Barito berada di pegunungan Schwaner, membujur dari wilayah Kalimantan Tengah di bagian utara Pulau Kalimantan hingga bermuara di Laut Jawa, sepanjang kurang lebih 1.000 kilometer. Lebar Sungai Barito rata-rata antara 650 hingga 800 meter dengan kedalaman rata-rata 8 meter.[9] Lebar sungai pada bagian muara yang berbentuk corong mencapai 1.000 meter, sehingga sungai Barito merupakan sungai terlebar di Indonesia. Bagian terpanjang dari Sungai Barito mulai dari hulu sungai terletak di wilayah Kalimantan Tengah, sedangkan sisanya sampai ke muara sungai berada di wilayah Kalimantan Selatan.
Kalimantan Selatan termasuk ke dalam wilayah kepulauan bercirikan sejumlah besar sistem sungai yang mengalir dari daerah pedalaman ke lautan. Menurut Hall, keadaan seperti itu merupakan sebuah keistimewaan yang membawa pengaruh signifikan terhadap perkembangan sosial dan ekonomi daerah bersangkutan. Dari waktu ke waktu orang bermukim di antara berbagai sistem sungai itu, sehingga terjadi konsentrasi penduduk di daerah delta yang luas di mulut sungai.[10]
Begitu pentingnya arti jaringan sungai, sehingga para penguasa wilayah selalu berusaha untuk mengontrol seluruh jaringan sungai yang ada di dalam wilayah kekuasaan mereka demi untuk mengimplementasikan hegemoni politik mereka. Meskipun demikian, tidak mudah untuk melakukan kontrol ekonomi secara langsung terhadap penduduk yang bermukim di hulu sungai dan para pendatang di pantai. Oleh karena itu biasanya penguasa wilayah mengandalkan kekuatan fisik maupun pembentukan aliansi untuk menguasai daerah pedalaman.[11]

Hidrografi

Sungai besar yang berhulu dari kaki pegunungan Muller hingga mencapai muaranya di Laut Jawa, panjang Sungai Barito mencapai 909 km, dengan lebar antara 650 m hingga mencapai 1000 m yang menjadikan Barito sebagai sungai terbesar di Indonesia[12].

Transportasi dan nilai ekonomi

Berdasarkan beberapa naskah Hikayat Banjar dan naskah kuno lainnya diketahui sungai ini dahulu disebut juga Sungai Banjar khususnya yang berada di hilir dekat kampung Banjar-Masih (sekarang Kuin Utara, Banjarmasin) sampai ke hulu pada kota Marabahan, sebab di kota ini sungai tersebut bercabang dua anak sungai yaitu Sungai Barito dan Sungai Nagara/Sungai Bahan. Wilayah daerah aliran Sungai Nagara/Sungai Bahan inilah yang oleh kesultanan Banjar dinamakan wilayah Hulu Sungai atau Banjar Hulu. Sedangkan daerah aliran sungai di hulu kota Marabahan sering dinamakan daerah Barito/Tanah Dusun atau pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda merupakan Onder Afdeeling Barito yang beribukota di Muara Teweh (sekarang ibukota Barito Utara). Wilayah Barito ini dalam Kitab Negarakertagama disebutkan sebagai salah satu daerah taklukan kerajaan Majapahit yang berada di pulau Tanjung Negara di samping daerah tetangganya yaitu Sungai Tabalong (sungai Negara). Diduga pada zaman dahulu kala kedua anak sungai tersebut masih terpisah karena bagian hilir sungai besar ini belum terbentuk tetapi karena aliran endapan lumpur ke arah muara menyebabkan kedua anak sungai itu akhirnya menyatu dalam Transportasi dan nilai ekonomi Daerah Aliran Sungai.
Sejalan dengan pendapat Hall, penduduk Kalimantan Selatan pada abad XIX pada umumnya memang terkonsentrasi di mulu-mulut sungai atau di wilayah pertemuan dua sungai. Sungai merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari penduduk di wilayah ini. Sebagian besar sungai di Kalimantan Selatan dapat dilayari. Salah satu sungai terpanjang dan terbesar adalah sungai Barito (disebut juga sungai Dusun) yang menjadi tempat bermuaranya beberapa sungai utama di Kalimanatan Selatan, seperti Sungai Martapura dan Sungai Negara. Sungai-sungai tersebut beserta seluruh anak sungainya merupakan jaringan prasarana perhubungan dan pengangkutan yang sangat penting bagi penduduk karena masing-masing sungai mengalir melalui ibukota-ibukota kabupaten yang ada di Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin dan Martapura dilalui oleh Sungai Martapura, Rantau dilalui oleh Sungai Tapin, Kandangan dilalui oleh Sungai Amandit, Barabai dilalui oleh Sungai Tabalong, Sungai Balangan dan Sungai Negara, Tanjung dilalui oleh sungai Tabalong[13] Sejak zaman dahulu jaringan sungai merupakan prasarana transportasi yang mendukung aktivitas ekonomi maupun sosial penduduk Kalimantan Selatan. Lebih dari itu, jaringan sungai telah menjadi urat nadi perekonomian penduduk karena sebagian besar aktivitas ekonomi mereka dilakukan melalui dan di atas sungai. Hubungan antar daerah-daerah di wilayah pedalaman Kalimantan Selatan dengan ibukota dan pelabuhan Banjarmasin terutama juga dilakukan lewat sungai, sehingga sungai menjadi andalan bagi kelancaran distribusi barang maupun orang dari wilayah hulu ke wilayah hilir dan sebaliknya. Berbagai jenis hasil hutan, hasil tambang, dan hasil bumi yang melimpah di daerah pedalaman Kalimantan Selatan seperti kayu, karet, getah perca, rotan, damar, jelutung, lilin, batubara, emas, lada, sarang burung, bahan anyaman, ikan kering/asin, dendeng rusa, buah-buahan, dan lain-lain diangkut ke tempat-tempat pengumpulan atau pelabuhan melalui jaringan sungai yang ada.[14] Sebaliknya berbagai barang kebutuhan sehari-hari penduduk Kalimantan Selatan seperti beras, gula, garam, tepung, jagung, minyak kelapa, tembakau, gambir, gerabah dan alat-alat rumah tangga, kawat tembaga, serta bahan pakaian (kain lena) dan sebagainya juga diangkut dari pelabuhan Banjarmasin ke berbagai daerah di wilayah pedalaman melalui jaringan sungai tersebut.[15]
Sungai Barito di Kalimantan Selatan mempunyai dua anak sungai penting yaitu Sungai Martapura dan Sungai Negara. Dua anak sungai Barito ini selanjutnya mempunyai berbagai cabang sungai yang semuanya dapat dilayari sehingga membentuk sebuah jaringan transportasi sungai yang padat karena menghubungkan daerah-daerah di pedalaman dengan kota pelabuhan. Sungai Martapura memiliki tiga cabang sungai, yaitu Sungai Alalak, Sungai Riam Kiwa (Kiri), dan Sungai Riam Kanan. Sementara itu Sungai Nagara memiliki banyak cabang sungai, di antaranya yang terpenting adalah Sungai Amandit, Sungai Tapin (Sungai Margasari), Sungai Berabai, Sungai Balangan, Sungai Batang Alai, Sungai Tabalong, dan Sungai Tabalong Kiwa (Kiri). Sungai Amandit mempunyai dua cabang sungai, yaitu Sungai Bangkan dan Sungai Kalumpang, sedangkan Sungai Tapin mempunyai empat cabang yaitu Sungai Muning, Sungai Tatakan, Sungai Halat, dan Sungai Gadung. Sungai-sungai seperti disebutkan di atas sebagian besar berfungsi sebagai prasarana lalu lintas orang dan barang. Sungai Barito dapat dilayari oleh kapal danperahu besar sampai sejauh kurang lebih 700 kilometer ke arah hulu, Sungai Martapura sampai sejauh 45 kilometer, Sungai Negara sejauh 125 kilometer, Sungai Tabalong sejauh 42 kilometer, dan Sungai Balangan sampai sejauh 40 kilometer. Sungai-sungai lainnya dapat dilayari dengan berbagai jenis perahu kecil. Untuk memperpendek jarak antara daerah satu dan lainnya di wilayah Kalimantan Selatan juga banyak dibangun terusan atau kanal yang dalam bahasa setempat disebut antasan atau anjir. Antasan dibangun terutama untuk memperpendek jarak dengan cara menghubungkan dua saluran air, sungai atau danau yang sudah ada sebelumnya. Agak berbeda dengan antasan, pembuatan anjir pada awalnya berkaitan dengan kepentingan bidang pertanian, yaitu untuk memperlancar irigasi. Namun dalam perkembangannya anjir juga dimanfaatkan sebagaimana antasan, yaitu sebagai jalan pintas yang menghubungkan dua buah sungai. Lebar antasan dan anjir pada umumnya antara 20 sampai 35 meter dengan kedalaman air sekitar tiga meter. Dengan kedalaman kurang dari lima meter maka antasan dan ANJIR memang hanya dapat dilalui kapal atau perahu berukuran sedang dan kecil. Kecuali antasan dan anjir, penduduk di pedalaman Kalimantan kadang juga membuat handil, yaitu semacam kanal yang dibuat untuk menghubungkan daerah produsen tanaman perdagangan dengan sungai yang dapat dilayari.
Wilayah kabupten-kabupaten yang sekarang termasuk dalam bagian Kalimantan Tengah di sepanjang Sungai barito ini, dahulu termasuk dalam Onder Afdeeling Barito (bagian dari Afdeeling Kapuas Barito), sekarang sudah berkembang menjadi 4 kabupaten di Kalteng yaitu Barito Selatan, Barito Utara, Barito Timur dan Murung Raya. Wilayah ini sekarang sedang berjuang untuk membentuk provinsi Barito Raya, di mana gerakan ini berakar dari pemikiran para penduduk di sepanjang DAS Barito dalam bidang sosial politik, untuk meminta perhatian yang lebih serta untuk mendapatkan pembagian yang lebih berimbang dan pemberian akses-akses ekonomi atas kekayaan sumber daya alam yang dimiliki oleh daerah-daerah yang berada di sepanjang DAS Barito. Namun seiring waktu berjalan, ternyata ada banyak pro dan kontra sehubungan dengan pemekaran ini. Karena bagaimanapun juga, catatan sejarah menunjukkan bahwa daerah Barito merupakan bagian integral dari Daerah Dayak Besar. Dan, salah satu tokoh sejarah dari Barito GMTPS (Gerakan Mandau Talawang Pantjasila), Christian Simbar a.k.a "Uria Mapas", merupakan salah satu tokoh yang paling berjasa dalam pembentukan Kalimantan Tengah, bahkan pada mulanya ibukota Kalimantan Tengah direncanakan terletak di Muara Teweh di hulu sungai Barito.
Bagian hilir dan muara dari DAS Barito pada zaman dahulu disebut Pulau Bakumpai adalah wilayah kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Barito Kuala merupakan kabupaten pemekaran dari Kabupaten Banjar. Pada masa Hindia Belanda wilayah kabupaten Barito Kuala termasuk Afdeeling Bandjarmasin/Afdeeling Kuin
Selain suku Banjar, pada umumnya penduduk yang tinggal di sepanjang sungai Barito adalah dari etnik kategori Barito Isolec atau suku Dayak dengan penuturan bahasa Barito seperti Dayak Murung, Dayak Siang, Dayak Maanyan, Dayak Bawoo, Dayak Dusun, dan Bakumpai.
Ketika Perang Banjar berlangsung, setelah Pangeran Hidayatulah ditangkap Belanda dan dibuang ke Cianjur, pusat perlawanan dipindahkan Pangeran Antasari sebagai pemimpin tertinggi Kerajaan Banjar ke hulu Sungai Barito, yaitu di sekitar Muara Teweh dan Puruk Cahu. Selain Pangeran Antasari, tersebut juga beberapa pejuang lainnya seperti Sultan Muhammad Seman, Panembahan Muda (Pangeran Muhammad Said), dan Ratu Zaleha. Tokoh pejuang dalam perlawanan masyarakat Barito yang lain adalah Panglima Wangkang, Tumenggung Surapati, Panglima Batur dan Haji Matalib.-->

Sungai di Indonesia

Sungai Kapuas

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kapuas
Sungai Kapuas dilihat dari Jembatan Sungai Kapuas, Sintang
Sungai Kapuas dilihat dari Jembatan Sungai Kapuas, Sintang
Mata air Pegunungan Muller
Mulut sungai Selat Karimata (Laut Cina Selatan)
Negara DAS Indonesia
Panjang 1.143 km
Ketinggian mata air ...
Luahan rata-rata ... m³/s
Wilayah DAS ... km²
Lomba perahu di sungai Kapuas (sekitar 1920)
Sungai Kapuas atau Sungai Kapuas Buhang atau Batang Lawai (Laue)[1][2][3][4][5] merupakan sungai yang berada di Kalimantan Barat. Sungai ini merupakan sungai terpanjang dipulau Kalimantan dan sekaligus menjadi sungai terpanjang di Indonesia dengan panjang total 1.143 km.
Nama sungai Kapuas diambil dari nama daerah Kapuas (sekarang Kapuas Hulu) sehingga nama sungai yang mengalir dari Kapuas Hulu hingga muaranya disebut sungai Kapuas, namun Kesultanan Banjar menyebutnya Batang Lawai yang mengacu pada nama daerah Lawie atau Lawai (sekarang Kabupaten Melawi) sehingga nama sungai yang mengalir dari Kabupaten Melawi hingga muaranya di sekitar kota Pontianak disebut Sungai/Batang Lawai.
Sungai Kapuas merupakan rumah dari lebih 700 jenis ikan dengan sekitar 12 jenis ikan langka dan 40 jenis ikan yang terancam punah. Potensi perikanan air tawar di sungai Kapuas adalah mencapai 2 juta ton. Hutan yang masih terlindungi dengan baik menyebabkan sungai Kapuas terjaga kelestariannya.
Namun , belakangan ini sungai Kapuas telah tercemar logam berat dan berbagai jenis bahan kimia, akibat aktivitas penambangan emas dan perak di bagian tengah sungai ini. Walaupun telah mengalami pencemaran oleh logam berat, Sungai Kapuas tetap menjadi urat nadi bagi kehidupan masyarakat (terutama suku Dayak dan Melayu di sepanjang aliran sungai. Sebagai sarana transportasi yang murah, Sungai Kapuas dapat menghubungkan daerah satu ke daerah lain di wilayah Kalimantan Barat, dari pesisir Kalimantan Barat sampai ke daerah pedalaman Putussibau dihulu sungai ini . Dan selain itu, sungai Kapuas juga merupakan sumber mata pencaharian untuk menambah penghasilan keluarga dengan menjadi nelayan/penangkap ikan secara tradisional. Sosial Budaya masyarakat Sungai Kapuas perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengingat pesatnya kemajuan teknologi dan informasi dapat memengaruhi pola berpikir masyarakat di sekitar aliran sungai Kapuas.
Sungai Kapuas yang lain juga terdapat di provinsi Kalimantan Tengah, tepatnya di Kabupaten Kapuas. Sungai ini membentang sepanjang kurang lebih 610 km, dari kecamatan Kapuas Hulu sampai kecamatan Selat yang akhirnya bermuara dilaut Jawa.